Spesies baru di Indonesia terus ditemukan. Empat spesies ini menunjukkan betapa kaya wilayah daratan, dan perairan Indonesia.
Keragaman hayati Indonesia memang luar biasa. Dari catatan yang dimiliki Mongabay-Indonesia, tanah air kita memiliki tak kurang dari 515 jenis mamalia, 511 jenis reptilia, 15.31 jenis burung, 270 jenis amfibia, 2.827 jenis satwa tak bertulang, dan 38.000 jenis flora. Kekayaan yang dimiliki tanah nusantara meliputi 12% kekayaan mamalia dunia, 7,3% kekayaan reptil dunia dan sekitar 17% kekayaan burung di dunia.
Namun kekayaan hayati yang kita miliki saat ini, ternyata bukan
jumlah akhir. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh para ahli, baik
dari dalam maupun luar negeri di sepanjang tahun 2013 membuktikan
betapa nusantara masih menyimpan ribuan misteri spesies di dalamnya.
Sepanjang 2013, sejumlah spesies baru masih terus ditemukan oleh para
pakar.
Catatan kecil berikut ini, adalah sejumput penemuan berbagai spesies
baru, baik vegetasi maupun satwa, baik di daratan maupun di perairan
Indonesia yang terjadi di sepanjang tahun 2013. Sebuah bukti kecil,
tanah air kita masih menyimpan berjuta rahasia di dalamnya.
Celepuk Rinjani (Otus jolandae)
Penemuan jenis burung hantu yang diberi nama celepuk rinjani (Otus jolandae)
tersebut diterbitkan dalam jurnal ilmiah PLOS ONE edisi Februari 2013
oleh tim gabungan ilmuwan Swedia, Belgia, Amerika Serikat, dan
Australia. Burung ini pertamakali ditemukan oleh naturalis asal Inggris,
Alfred Everett, pada Mei 1896. Semula, jenis ini diberi nama Pisorhina albiventris. Selanjutnya, burung ini dianggap sebagai anak jenis dari celepuk Maluku dan mendapat nama ilmiah Otus magicus albiventris. Celepuk maluku (Otus magicus)
sendiri merupakan jenis celepuk yang tersebar di Kepulauan Maluku dan
Nusa Tenggara (Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya).
Awalnya, pada 3 September 2003, Sangster dan istrinya, Jolanda
Luksenburg, bertemu dengan jenis ini dikaki Gunung Rinjani. Setelah
melakukan percobaan dengan memutar rekaman suara beberapa jenis celepuk
yang diambil dari pulau sekitar Lombok, mereka menyimpulkan bahwa suara
celepuk yang mereka jumpai itu sama sekali berbeda.
Hasil analisis rekaman suara celepuk rinjani membuktikan bahwa burung
ini memiliki suara teritorial (suara yang menandakan daerah kekuasaan
atau teritori) berbeda dari jenis-jenis celepuk lain. Suara celepuk
rinjani berupa siulan tunggal “pok” tanpa nada tambahan. Masyarakat
lokal pun sering menyebutnya burung pok. Selain itu, setelah para
peneliti melakukan analisis terhadap bentuk dan ukuran tubuh burung ini,
celepuk rinjani terbukti memiliki corak bulu bagian atas berbeda dengan
celepuk lain dan berukuran lebih kecil dibanding Otus magicus dari Kepulauan Maluku. Hasil analisis itulah yang kemudian dimuat dalam jurnal PLOS ONE.
Penetapan celepuk rinjani sebagai jenis baru menjadikannya sebagai
burung khas/endemik Pulau Lombok pertama yang diketahui keberadaannya.
Bukti Keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan
Tim monitoring WWF-Indonesia, menemukan jejak segar mirip jejak badak
saat memonitoring orangutan di Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur
(Kaltim), di wilayah Heart of Borneo (HoB). Guna menguatkan temuan ini,
WWF-Indonesia bersama Dinas Kehutanan Kubar, Universitas Mulawarman dan
masyarakat setempat, survei lanjutan pada Februari 2013.
Temuan ini diperkuat konfirmasi saintifik dari ahli badak di
WWF-Indonesia dan Universitas Mulawarman, Chandradewana Boer. Dia
menegaskan, spesies ini kemungkinan besar adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).
Temuan ini didukung data historis sebaran badak Sumatra di Kalimantan,
yang telah terdokumentasi sebelumnya. Namun, sampai ini, belum bisa
dikonfirmasi berapa individu badak yang teridentifikasi melalui temuan
ini.
Eviota pamae, Spesies Baru di Kepulauan Kei, Maluku
Seorang pengusaha yang juga petualang asal Amerika Serikat bernama
William Matthew Brooks bersama beberapa rekannya telah berhasil
mengidentifikasi spesies baru ikan yang hidup di perairan sekitar Pulau
Kei Besar, Kepulauan Kei, Propinsi Maluku. Spesies ini dinamai Eviota pamae,
sebagai penghargaan atas istrinya yang bernama Pamela Scott Rorke.
Pamela juga bagian dari tim penyelam yang melakukan ekspedisi yang
berhasil menemukan spesies ikan baru ini bulan Februari 2013 silam ini.
Eviota pamae masuk ke dalam famili gobiidae, yang merupakan
famili terbesarikan-ikan laut yang terdiri dari sekitar 1600 jenis.
Badan ikan dari famili ini biasanya memanjang, dan ukurannya sekitar 15
cm. Pada beberapa jenis saluran dan pori-pori berkembang di kepala. Gigi
kecil, conical atauvilliform yang membentuk seperti pita
di rahang. Beberapa jenis dengan dua sirip punggung, akan tetapi lainnya
dengan satu sirip punggung; sirip punggung yang pertama dengan
jari-jari keras yang fleksibel, sirip punggung yang kedua dengan
jari-jari lunak; sirip perut pada beberapa jenis terhubungkan sampai
membentuk bentuk lempengan mangkok, tetapi terpisah pada beberapa jenis.
Penemuan spesies baru ini baru diumumkan pada bulan April 2013, dua
bulan setelah penemuannya di kepulauan Kei tersebut. Dengan melakukan
identifikasi terhadap 42 spesimen yang dibawa ke San Francisco, Amerika
Serikat, tim William Brooks memastikan bahwa spesies yang ditemukan ini
adalah spesies baru yang berbeda dari kerabat terdekatnya, Eviota raja.
Penemuan besar ini telah dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Aqua, International Journal of Ichthyology,
yang secara khusus memuat ikan temuan baru dari kepulauan Maluku ini
sebagai laporan utama dan cover mereka. Jurnal Aqua sendiri
mendeskripsikan ikan Eviota pamae sebagai: “….spesies yang memiliki
warna cerah yang ditemukan oleh penyelam William Matthews Brooks dan
Mark Erdmann saat kunjungan singkat mereka ke kepulauan Kei di Maluku,
Indonesia….”
Katak Seujung Kuku Manusia di Bali
Seorang pakar Indonesia, bernama Amir Hamidy bersama dua peneliti
Jepang menemukan sebuah spesies katak baru yang memiliki ukuran sangat
kecil. Katak ini hanya sebesar ujung jari manusia dewasa, atau sekitar
17 hingga 18 milimeter (1,7 hingga 1,8 centimeter) di Pulau Dewata,
Bali.
Hasil temuan ini sudah dimuat dalam jurnal ilmiah Zootaxayang
diterbitkan pada tanggal 14 Juni 2013 silam. Dalam artikel ini
dijelaskan ciri-ciri spesies katak baru yang dinamai Microhyla
orientalis bahwa katak ini berwarna coklat dengan garis lateral pada
punggungnya, lalu memiliki corak garis hitam pada bagian samping
tubuhnya yang melintas panjang dari bagian mata hingga bagian tengah
tubuhnya, serta memiliki bagian mulut yang membulat. Ciri lain yang juga
menonjol adalah keunikan bentuk jarinya, dimana jari pertama hanya
seperlima dari jari yang ketiga.
Keberadaan katak ini di Bali yang merupakan wilayah batas sisi barat
dari garis Wallacea (garis yang memisahkan silayah satwa di Asia dan
Australasia dan diperkenalkan Alfred Wallace) menjadi suatu bukti bahwa
Bali diyakini memiliki rahasia proses evolusi katak yang masuk dalam
famili Mycrohila. Selain Mycrohila orientalis, di Bali juga menjadi
rumah bagi katak dari keluarga Mycrohila lainnya, yaitu Mycrohila palmipes dan Mycrohila achatina.
Melalui uji DNA yang dilakukan oleh ketiga peneliti dari Universitas Kyoto ini, spesies baru Mycrohila orientalis masih berkerabat dekat dengan Mycrohila mantheyi, Mycrohila borneensis dan Mycrohila malang, dan ketiga spesies ini adalah sub-grup dari spesies Mycrohila borneensis.
Hiu Berjalan di Perairan Halmahera, Maluku Utara
Sebuah spesies baru ditemukan di perairan Halmahera, Maluku Utara,
Indonesia. Spesies dari keluarga Hiu Epaulette, atau Hiu Berjalan ini
dinamai Hemiscyllum halmahera, dan merupakan spesies hiu berjalan kesembilan yang ada di dunia.
Tiga orang peneliti bernama Gerald R. Allen, Mark V. Edmann dan
Christine L. Dudgeon memastikan spesies baru iniberbeda dari spesies
sejenis bernama Hemiscyllum galei yang ditemukan di Teluk Cenderawasih, Papua Barat danHemiscyllum freycineti yang ditemukan pada September 2006 silam.
Hiu spesies baru ini relatif kecil dengan ukuran sekitar 65,6 hingga
68,1 centimeter, dan berjalan di dasar laut dengan meliukkan tubuhnya
dan melangkah dengan siripya yang berfungsi seperti pedal untuk
mendorong tubuhnya bergerak ke depan. Hiu ini baru akan berenang ketika
ada predator yang mengejarnya.
Terumbu Karang Baru Mirip Bunga Kamboja di Bali
Euphylia baliensis sp., demikian spesies baru terumbu karang
yang ditemukan dalam sebuah penelitian untuk memetakan potensi kelautan
Bali yang dilaksanakan sejak tahun 2011 lalu.
Euphylia Baliensis memiliki bentuk yang sangat unik, mirip seperti
bentuk bunga kamboja. Seperti diketahui, bunga kamboja merupakan salah
satu jenis bunga yang seringkali diidentikkan dengan Bali.
Euphylia baliensis memiliki beberapa karakter morfologi yang berbeda dengan jenis karang lainnya dari genus euphyllidae. E. baliensis memiliki corallites
yang relative lebih kecil (dengan diameter rata-rata 3mm), dengan
cabang yang lebih kurus, pendek dan sedikit terklasifikasi. Memiliki
tentakel yang tumpul, berwarna merah gelap hingga cokelat dengan bagian
dasar berwarna agak kehijauan ujung berwarna krem.
Menurut Country Executive Director CI Indonesia, Ketut Sarjana
Putra, jenis karang baru ini hanya dijumpai pada kedalaman 27 – 37
meter di perairan sekitar Padangbai-Candidasa, di Kabupaten Karangasem,
Bali.
“Kami belum pernah menemukan spesies ini di tempat lain di dunia. Di Raja Ampat misalnya, kita gakketemu. Padahal Raja Ampat adalah gudangnya terumbu karang. Tapi spesies ini nggak
ada di sana. Kita cek di Lombok, kita cek di tempat tempat lain, di
wilayah wilayah penyelaman yang unik, kita nggak ketemu spesies ini,”
ujar Sarjana.
Genus Pengerat Baru di Maluku Utara
Satu genus baru satwa pengerat ditemukan di hutan pegunungan di
Halmahera, di Maluku Utara. Satwa dengan ciri jumbai yang keras, serta
berbulu dan memiliki ujung ekor berwarna putih ini ditemukan di wilayah
dimana dahulu Alfred Wallace menguraikan teori evolusinya kepada Cahrles
Darwin.
Dalam upaya menemukan dan mempelajari spesies baru ini, para ahli
dari Universitas Kopenhagen dan Museum Zoologi Bogor menggunakan
perangkap berupa kelapa yang dibakar dan selai kacang yang ditaruh di
batang pohon dan liang-liang. Dari hasil tangkapan ini ternyata juga
terjerat seekor hewan pengerat yang sebelumnya belum pernah diketahui,
memiliki bulu abu-abu kecoklatan di punggungnya dan bagian perut
berwarna putih.
Setelah dianalisis DNA satwa pengerat ini dan mempelajari ciri-ciri
fisik seperti tengkorak dan giginya, para ahli sepakat bahwa satwa ini
bukan sekedar spesies baru, namun juga sebuah genus baru. Satwa ini
dinamai Halmaheramys bokimekot, nama Boki Mekot diambil dari
kawasan pegunungan di Halmahera yang kini terancam oleh pertambangan dan
deforestasi. Temuan baru ini sudah dipublikasikan oleh para ahli di
jurnal ilmiah Zoological Journal of the Linnean Society.
Hingga saat ini hanya enam individu dari spesies baru ini yang sudah
ditangkap untuk dipelajari: tiga jantan dewasa dan tiga betina. Hanya
sedikit dari kebiasaan spesies ini yang sudah diketahui, tetapi menurut
para ahli mereka kemungkinan adalah omnivora, setelah para ahli
menemukan sisa sayuran dan serangga di dalam perut mereka usai melakukan
pembedahan. “Penemuan ini menunjukkan betapa kayanya kehidupan yang
masih ada di kepulauan Indonesia,” ungkap salah satu penulis, Kristpfer
Helgen dari Smithsonian Institution, di Washington DC, AS.
Ikan Flasher Wrasse Baru di Perairan Nusa Tenggara Timur
Sejumlah pakar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bersama
sejumlah pakar dari University of California mengidentifikasi spesies
flasher wrasse terbaru dan dinyatakan sebagai spesies independen dan
berbeda dari 16 jenis spesies flasher wrasse yang sudah dikenal
sebelumnya.
Spesies baru ini dinamai Parcheilinus rennyae, untuk
menghormati salah satu pakar yang paling berjasa dalam taksonomi ikan di
Indonesia, yaitu Renny Kurnia Hadiaty. Sepanjang 27 tahun kariernya,
Renny mengabdikan dirinya dalam bidang ini dan banyak menulis bersama
pakar ikan dunia Gerald Allen yang kini bekerja untuk Conservation
International.
Parcheilinus rennyae ini diketahui hanya ada di wilayah Barat
Daya di Pulau Flores dan Pulau Komodo dan memiliki warna yang sangat
indah. Spesies ini adalah spesies flasher wrasse ke-17 yang sudah
diketahui oleh manusia, bentuk sirip di tubuh bagian atas yang
melengkung serta warna oranye menyala di di tubuhnya menjadi ciri utama
ikan ini.
Secara genetik mengindikasikan bahwa ikan ini masih kerabat dekat dari Parcheilinus angulatus
yang berasal dari Filipina dan Pulau Kalimantan di bagian utara, namun
kedua spesies ini berbeda terutama dari bentuk sirip tengahnya.
source : link
source : link
0 komentar:
Posting Komentar