Populasi harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) di
provinsi Jambi semakin terancam oleh perburuan dan konflik dengan
masyarakat. Pada tanggal 13 Mei 2014 tim patroli Penyelamatan Harimau
Sumatra Kerinci Seblat (PHKS) menemukan seekor harimau terjerat di
daerah Sungai Asam, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo,
Jambi. Lokasi penemuan harimau berjarak 500 meter dari kawasan Taman
Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan berdekatan dengan perkebunan sawit
milik PT. PKA (Pidar Kerinci Agung). “Kondisi harimau masih hidup dan
agresif. Diperkirakan harimau baru satu hari terperangkap” jelas Dian
Risdianto, Field Manager PHSKS. Menurut Dian timnya telah melakukan
patroli di kawasan ini selama 5 hari. Selama 5 hari patroli tim telah
berhasil menemukan 11 jerat, 2 diantaranya diperkirakan telah berhasil
menjerat harimau dan 3 jerat yang masih aktif.
“Pada tanggal 14 Mei kami sudah mengirimkan 1 tim patroli dan tim rescue. Tim patroli berangkat lebih dulu untuk membantu mengamankan harimau dari pemburu dan disusul oleh tim rescue yang akan bertugas melepaskan harimau dari jerat” jelas Risdianto. Ia juga masih menunggu perkembangan terbaru dari tim rescue
mengenai keadaan harimau yang terjerat itu. “Jika luka akibat jerat
tidak parah dan dapat sembuh tanpa perawatan khusus dari manusia maka
harimau akan langsung dilepasliarkan” kata Risdianto.
Sementara itu pada tanggal 11 Mei 2014 seorang warga desa Embacang
Gedang, kecamatan Tabir, Kabupaten Tebo tewas diterkam harimau. Warga
desa Embacang Gedang yang bernama Hanafis ini tewas diterkam harimau
ketika tengah menyadap karet di kebun miliknya yang ditempuh sekitar
dua jam perjalanan dari rumahnya. Pihak Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Jambi bersama dengan pihak kepolisian segera turun ke
lokasi kejadian untuk mencari dan memindahkan harimau yang telah
menewaskan manusia itu dari pemukiman warga. Hal ini dilakukan untuk
mencegah serangan harimau terhadap manusia terjadi lagi serta
meminimalisir kemungkinan harimau terbunuh oleh warga yang marah akibat
tewasnya Hanafis.
Menurut Risdianto meningkatnya frekuensi harimau keluar dari kawasan
hutan dan mendekati perkebunan masyarakat dikarenakan satwa buruannya
lebih banyak tersedia di kawasan tersebut. Faktor utama yang menyebabkan
satwa buruan harimau keluar dari kawasan hutan adalah karena tidak
adanya ketersediaan pakan dalam hutan. Penyebab utama berkurangnya
jumlah pakan dalam hutan adalah semakin berkurangnya luasan hutan akibat
beralihfungsinya kawasan hutan menjadi perkebunan dan pemukiman.
Kondisi inilah yang membuat harimau semakin sering mendekati perkebunan
dan pemukiman sehingga kemungkinan konflik dengan manusia dan resiko
tertangkap pemburu semakin besar.
Risdianto juga mengatakan bahwa spesies kucing besar seperti harimau
cenderung lebih mudah berkembang biak jika dibandingkan dengan spesies
satwa seperti gajah atau badak. Harimau dapat cepat berkembang biak jika
di kawasan tersebut tersedia satwa buruan yang banyak. Dengan masa
kehamilan sekitar 3,5 bulan harimau betina biasanya melahirkan 2 hingga 4
ekor anak dalam satu kali kelahiran. Dalam kondisi normal seekor
harimau betina akan melahirkan anak setiap 2 hingga 2,5 tahun sekali.
Jika anak harimau mati induknya dapat memiliki anak kembali hanya dalam
kurun waktu 5 bulan setelah anaknya mati. Anak harimau akan berpisah
dari induknya dan hidup mandiri ketika berumur 2 hingga 2,5 tahun.
Source : link
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar