A. Pentingnya Zona Benih
Dalam membangun hutan tanaman tidak hanya dihadapkan pada pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan kondisi lingkungan tapak penanaman, namun akan dihadapkan pula pada pemilihan sumber benih yang sesuai. Setiap jenis pohon tumbuh menyebar secara luas di berbagai kondisi lingkungan dan telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat melalui seleksi alami sehingga tidak ada satupun sumber benih yang sesuai untuk semua kondisi lingkungan tapak penanaman.
Menurut Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001), jika menggunakan bahan tanaman (jenis dan sumber benih) yang tidak tepat dengan tapak penanaman, akibat yang terparah adalah gagalnya program penanaman, namun apabila sesuai nilai produksi akan meningkat sebesar 20-50 % atau lebih.
Mantyla (1993) membandingkan nilai ekonomi pembangunan hutan tanaman Acacia mangium antara menanam provenans biasa dengan provenans terbaik. Menanam provenans terbaik diperoleh nilai IRR sebesar 39% sedangkan menanam provenans biasa hanya 22%.
Metode terbaik untuk mencari sumber benih yang paling tepat disuatu tapak penanaman adalah melakukan pengujian di lapangan, yaitu melalui uji provenans. Dalam uji provenans, beberapa sumber benih (provenans) diuji pada kondisi lingkungan tertentu atau suatu sumber benih yang sama diuji diberbagai tapak penanaman dengan kondisi lingkungan yang berbeda.
Di Indonesia sampai saat ini hanya sedikit jenis saja yang diuji dilapangan secara komprehensif (banyak sumber benih, banyak lokasi) sehingga hanya mempunyai sedikit rekomendasi mengenai sumber benih yang dapat digunakan diberbagai tapak penanaman.
Uji provenans yang dilakukan secara komprehensif memerlukan biaya yang besar dan memerlukan waktu yang lama sehigga hasil pengujian biasanya belum tersedia pada saat diperlukan.
Dalam kondisi terbatasnya hasil pengujian lapangan, untuk menentukan sumber benih yang tepat untuk suatu tapak penanaman dapat menggunakan alat bantu, yaitu Sistem Zonasi Benih.
Pada sistem zonasi benih, suatu areal/wilayah dibagi-bagi ke dalam zona dan sub-zona yang memiliki kondisi lingkungan yang kurang lebih sama.
B. Definisi Zona Benih dan Kegunaannya
1.Definisi Zona Benih
Sistem zonasi benih telah disusun diberbagai negara, untuk negara tropis adalah di Thailand, Tanzania, Uganda, Ethiopia, Burkina Faso, Honduras dan Indonesia. Menurut Barner dan Willan (1983), berbagai definisi zona benih disampaikan oleh setiap author, definisi tersebut berbeda-beda tergantung kepada tujuan penyusunan zona benihnya.
Menurut OECD (1974), zona benih (disebut juga daerah provenans) untuk suatu jenis adalah areal atau sekelompok areal yang memiliki kondisi lingkungan seragam, disitu dapat ditemukan tegakan yang menunjukkan fenotipe atau karakter genetik yang sama.
Menurut Van Buijtenen (1992) dan Westfall (1992), sistem zonasi benih yang ada sekarang secara umum dibagi menjadi dua pendekatan atau konsep, yaitu zona pengadaan benih (the seed procurement zone) dan zona penggunaan benih (the seed deployment zone/planting zone). Kedua konsep tersebut biasanya hanya disebut sebagai zona benih saja padahal terdapat perbedaan yang prinsip.
a.Zona Pengadaan Benih
Zona pengadaan benih (zona pengumpulan benih) adalah suatu daerah dimana benih diambil. Daerah ini luasannya relatif sempit dengan kondisi lingkungan yang seragam, tidak ada perbedaan genetik yang nyata dalam zona karena tidak ada seleksi alam yang kuat yang bisa membedakannya. Zona-zona ini tidak boleh terlalu luas wilayah geografisnya karena jika terlalu luas tidak terelakkan lagi akan mencakup daerah yang secara genetik berbeda. Dari zona pengadaan benih ini, akan diperoleh benih dengan komposisi genetik yang sama.
Pembuatan zona pengadaan benih akan menyebabkan terbentuknya zona pengumpulan benih yang relatif sempit dan akan banyak zona benih dan banyak lot benih yang harus ditangani.
b. Zona Penggunaan Benih
Zona penggunaan benih (kadang-kadang juga disebut zona pemanfaatan benih atau zona penanaman pohon). Secara prinsip, zona ini berbeda dengan zona pengadaan benih karena penekanannya bukan pada kesamaan genetik dalam suatu wilayah geografis yang sempit, melainkan pada penentuan grup tapak penanaman yang mempunyai kondisi lingkungan yang serupa.
Prinsip pokok dari zona penggunaan benih adalah sumber benih yang berbeda seharusnya ditanam ditempat yang berbeda pula karena adanya interaksi genotipe dan lingkungan (G x E). Idenya adalah untuk membuat grup tapak penanaman (lingkungan) menjadi zona-zona, sehingga G x E dapat diperkecil di dalam zona dan interaksi G x E terjadi antar zona.
Zona penggunaan benih dapat mencakup areal yang luas (lebih luas dari zona pengadaan benih). Zona ini dapat terdiri dari beberapa areal yang mempunyai kondisi lingkungan yang serupa, namun areal tersebut tidak harus berdekatan lokasinya.
Istilah zona benih yang digunakan dalam penyusunan zona benih di Indonesia mengacu pada zona penggunaan benih, yaitu suatu areal, atau grup areal dengan kondisi lingkungan yang mirip, dimana diyakini hanya terjadi sedikit saja interaksi genotipe dengan lingkungan.
Sistem zonasi benih terdiri dari sistem zonasi benih umum, artinya bahwa sistem tersebut secara prinsip dapat digunakan untuk semua jenis pohon hutan dan sistem zonasi benih khusus, hanya dapat digunakan untuk suatu jenis pohon tertentu saja.
Sistem zonasi benih yang digunakan dalam penyusunan zona benih di Indonesia adalah sistem zonasi benih umum, dapat digunakan untuk semua jenis pohon
Dalam membangun hutan tanaman tidak hanya dihadapkan pada pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan kondisi lingkungan tapak penanaman, namun akan dihadapkan pula pada pemilihan sumber benih yang sesuai. Setiap jenis pohon tumbuh menyebar secara luas di berbagai kondisi lingkungan dan telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat melalui seleksi alami sehingga tidak ada satupun sumber benih yang sesuai untuk semua kondisi lingkungan tapak penanaman.
Menurut Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001), jika menggunakan bahan tanaman (jenis dan sumber benih) yang tidak tepat dengan tapak penanaman, akibat yang terparah adalah gagalnya program penanaman, namun apabila sesuai nilai produksi akan meningkat sebesar 20-50 % atau lebih.
Mantyla (1993) membandingkan nilai ekonomi pembangunan hutan tanaman Acacia mangium antara menanam provenans biasa dengan provenans terbaik. Menanam provenans terbaik diperoleh nilai IRR sebesar 39% sedangkan menanam provenans biasa hanya 22%.
Metode terbaik untuk mencari sumber benih yang paling tepat disuatu tapak penanaman adalah melakukan pengujian di lapangan, yaitu melalui uji provenans. Dalam uji provenans, beberapa sumber benih (provenans) diuji pada kondisi lingkungan tertentu atau suatu sumber benih yang sama diuji diberbagai tapak penanaman dengan kondisi lingkungan yang berbeda.
Di Indonesia sampai saat ini hanya sedikit jenis saja yang diuji dilapangan secara komprehensif (banyak sumber benih, banyak lokasi) sehingga hanya mempunyai sedikit rekomendasi mengenai sumber benih yang dapat digunakan diberbagai tapak penanaman.
Uji provenans yang dilakukan secara komprehensif memerlukan biaya yang besar dan memerlukan waktu yang lama sehigga hasil pengujian biasanya belum tersedia pada saat diperlukan.
Dalam kondisi terbatasnya hasil pengujian lapangan, untuk menentukan sumber benih yang tepat untuk suatu tapak penanaman dapat menggunakan alat bantu, yaitu Sistem Zonasi Benih.
Pada sistem zonasi benih, suatu areal/wilayah dibagi-bagi ke dalam zona dan sub-zona yang memiliki kondisi lingkungan yang kurang lebih sama.
B. Definisi Zona Benih dan Kegunaannya
1.Definisi Zona Benih
Sistem zonasi benih telah disusun diberbagai negara, untuk negara tropis adalah di Thailand, Tanzania, Uganda, Ethiopia, Burkina Faso, Honduras dan Indonesia. Menurut Barner dan Willan (1983), berbagai definisi zona benih disampaikan oleh setiap author, definisi tersebut berbeda-beda tergantung kepada tujuan penyusunan zona benihnya.
Menurut OECD (1974), zona benih (disebut juga daerah provenans) untuk suatu jenis adalah areal atau sekelompok areal yang memiliki kondisi lingkungan seragam, disitu dapat ditemukan tegakan yang menunjukkan fenotipe atau karakter genetik yang sama.
Menurut Van Buijtenen (1992) dan Westfall (1992), sistem zonasi benih yang ada sekarang secara umum dibagi menjadi dua pendekatan atau konsep, yaitu zona pengadaan benih (the seed procurement zone) dan zona penggunaan benih (the seed deployment zone/planting zone). Kedua konsep tersebut biasanya hanya disebut sebagai zona benih saja padahal terdapat perbedaan yang prinsip.
a.Zona Pengadaan Benih
Zona pengadaan benih (zona pengumpulan benih) adalah suatu daerah dimana benih diambil. Daerah ini luasannya relatif sempit dengan kondisi lingkungan yang seragam, tidak ada perbedaan genetik yang nyata dalam zona karena tidak ada seleksi alam yang kuat yang bisa membedakannya. Zona-zona ini tidak boleh terlalu luas wilayah geografisnya karena jika terlalu luas tidak terelakkan lagi akan mencakup daerah yang secara genetik berbeda. Dari zona pengadaan benih ini, akan diperoleh benih dengan komposisi genetik yang sama.
Pembuatan zona pengadaan benih akan menyebabkan terbentuknya zona pengumpulan benih yang relatif sempit dan akan banyak zona benih dan banyak lot benih yang harus ditangani.
b. Zona Penggunaan Benih
Zona penggunaan benih (kadang-kadang juga disebut zona pemanfaatan benih atau zona penanaman pohon). Secara prinsip, zona ini berbeda dengan zona pengadaan benih karena penekanannya bukan pada kesamaan genetik dalam suatu wilayah geografis yang sempit, melainkan pada penentuan grup tapak penanaman yang mempunyai kondisi lingkungan yang serupa.
Prinsip pokok dari zona penggunaan benih adalah sumber benih yang berbeda seharusnya ditanam ditempat yang berbeda pula karena adanya interaksi genotipe dan lingkungan (G x E). Idenya adalah untuk membuat grup tapak penanaman (lingkungan) menjadi zona-zona, sehingga G x E dapat diperkecil di dalam zona dan interaksi G x E terjadi antar zona.
Zona penggunaan benih dapat mencakup areal yang luas (lebih luas dari zona pengadaan benih). Zona ini dapat terdiri dari beberapa areal yang mempunyai kondisi lingkungan yang serupa, namun areal tersebut tidak harus berdekatan lokasinya.
Istilah zona benih yang digunakan dalam penyusunan zona benih di Indonesia mengacu pada zona penggunaan benih, yaitu suatu areal, atau grup areal dengan kondisi lingkungan yang mirip, dimana diyakini hanya terjadi sedikit saja interaksi genotipe dengan lingkungan.
Sistem zonasi benih terdiri dari sistem zonasi benih umum, artinya bahwa sistem tersebut secara prinsip dapat digunakan untuk semua jenis pohon hutan dan sistem zonasi benih khusus, hanya dapat digunakan untuk suatu jenis pohon tertentu saja.
Sistem zonasi benih yang digunakan dalam penyusunan zona benih di Indonesia adalah sistem zonasi benih umum, dapat digunakan untuk semua jenis pohon
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar