Peneliti bunga bangkai rafflesia arnoldii Universitas Bengkulu, Agus Susatya ,mengatakan, flora langka itu terancam punah dan semakin sulit ditemui di hutan Bengkulu dan Sumatera akibat habitat dan inang tempat tumbuhnya makin sulit didapat.
"Bahkan menurut saya sudah di atas terancam punah, karena tidak bisa diperkirakan berapa populasinya saat ini dan tidak ada yang bisa memprediksi," katanya di Bengkulu, Selasa.
Hal itu dikatakannya saat mengunjungi lokasi penangkaran puspa langka tersebut yang digagas Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Ia bersama sejumlah wartawan dan anggota Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu (KPPL) yang dibentuk sejumlah pengguna jejaring sosial facebook yang prihatin atas kelestarian rafflesia spp melakukan ekspedisi ke habitat bunga langka itu di Hutan Lindung Rindu Hati, Kepahiang.
Menurutnya, rafflesia spp mekar di dalam kawasan hutan semakin sulit ditemui seiring marak aksi penebangan liar dan perambahan hutan menjadi perkebunan secara liar.
"Hutan Lindung Rindu Hati ini sebagai salah satu habitat rafflesia spp semakin rusak akibat perambahan tapi tidak ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk mengatasi ini," tambahnya.
Ia mengatakan perambahan liar di kawasan hutan yang menjadi habitat bunga tersebut semakin mengancam kelestariannya.
Perhatian pemerintah khususnya lembaga terkait seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam menurut dia masih minim untuk melestarikan puspa langka yang menjadi ikon bahkan simbol Provinsi Bengkulu itu.
Bunga rafflesia spp, menurut dia, memang tidak mendapat perhatian sebesar fauna langka harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) yang statusnya juga terancam punah.
"Kalau harimau yang mati itu pasti heboh, tapi kalau habitat rafflesia spp yang terus menyempit itu tidak ada yang respon," tambah penemu rafflesia kultivar bengkuluensis ini.
Dukungan pemerintah terhadap pelestarian dengan mengalokasikan anggaran untuk penelitian flora tersebut juga sangat minim.
Sementara negara Filipina dalam lima tahun terakhir sudah berhasil menemukan lima jenis baru rafflesia spp dan mengklaim sebagai pusat penyebaran puspa langka itu.
Padahal kata dia, dari 25 jenis rafflesia spp yang ada di dunia, sebanyak 14 jenis berada di Indonesia dan 11 diantaranya berada di Pulau Sumatera. "Di Bengkulu kami pernah menemukan empat jenis yaitu Rafflesia arnoldii, Rafflesia hasseltii, Rafflesia gadutensis dan Rafflesia bengkuluensis.
Penelitian terhadap Raflesia kata dia juga belum mendapat porsi yang layak di kalangan peneliti. Hal itu terbukti dari jumlah peneliti Raflesia yang bisa dihitung dengan jari. "Selain saya, ada satu dosen di Universitas Riau dan satu orang lagi dosen di IPB," ujarnya.
Agus mengharapkan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan flora terbesar di dunia itu sehingga tetap lestari di Bumi Rafflesia.
Source : link
"Bahkan menurut saya sudah di atas terancam punah, karena tidak bisa diperkirakan berapa populasinya saat ini dan tidak ada yang bisa memprediksi," katanya di Bengkulu, Selasa.
Hal itu dikatakannya saat mengunjungi lokasi penangkaran puspa langka tersebut yang digagas Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Ia bersama sejumlah wartawan dan anggota Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu (KPPL) yang dibentuk sejumlah pengguna jejaring sosial facebook yang prihatin atas kelestarian rafflesia spp melakukan ekspedisi ke habitat bunga langka itu di Hutan Lindung Rindu Hati, Kepahiang.
Menurutnya, rafflesia spp mekar di dalam kawasan hutan semakin sulit ditemui seiring marak aksi penebangan liar dan perambahan hutan menjadi perkebunan secara liar.
"Hutan Lindung Rindu Hati ini sebagai salah satu habitat rafflesia spp semakin rusak akibat perambahan tapi tidak ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk mengatasi ini," tambahnya.
Ia mengatakan perambahan liar di kawasan hutan yang menjadi habitat bunga tersebut semakin mengancam kelestariannya.
Perhatian pemerintah khususnya lembaga terkait seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam menurut dia masih minim untuk melestarikan puspa langka yang menjadi ikon bahkan simbol Provinsi Bengkulu itu.
Bunga rafflesia spp, menurut dia, memang tidak mendapat perhatian sebesar fauna langka harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) yang statusnya juga terancam punah.
"Kalau harimau yang mati itu pasti heboh, tapi kalau habitat rafflesia spp yang terus menyempit itu tidak ada yang respon," tambah penemu rafflesia kultivar bengkuluensis ini.
Dukungan pemerintah terhadap pelestarian dengan mengalokasikan anggaran untuk penelitian flora tersebut juga sangat minim.
Sementara negara Filipina dalam lima tahun terakhir sudah berhasil menemukan lima jenis baru rafflesia spp dan mengklaim sebagai pusat penyebaran puspa langka itu.
Padahal kata dia, dari 25 jenis rafflesia spp yang ada di dunia, sebanyak 14 jenis berada di Indonesia dan 11 diantaranya berada di Pulau Sumatera. "Di Bengkulu kami pernah menemukan empat jenis yaitu Rafflesia arnoldii, Rafflesia hasseltii, Rafflesia gadutensis dan Rafflesia bengkuluensis.
Penelitian terhadap Raflesia kata dia juga belum mendapat porsi yang layak di kalangan peneliti. Hal itu terbukti dari jumlah peneliti Raflesia yang bisa dihitung dengan jari. "Selain saya, ada satu dosen di Universitas Riau dan satu orang lagi dosen di IPB," ujarnya.
Agus mengharapkan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap keberadaan flora terbesar di dunia itu sehingga tetap lestari di Bumi Rafflesia.
Source : link
0 komentar:
Posting Komentar